About

Permainan Tradisional Gatheng di Indonesia

Kamis, 30 Mei 2013


Permainan gatheng adalah permainan yang menggunakan watu (batu) sebagai alatnya. Batu tersebut disebut watu gatheng atau watu cantheng. Permainan gatheng mirip dengan permainan bekelan, sehingga banyak yang mengatakan permainan gatheng adalah permainan bekelan atau sebaliknya. Tempat untuk bermain gatheng di halaman rumah, dalam rumah, teras, atau pendapa.
Permainan gatheng merupakan permainan yang mudah, murah, sederhana dan tidak memakan waktu yang lama. Permainan ini bersifat kompetitif perorangan. Permainan ini menerapkan hukuman bagi yang kalah namun ada yang tidak menerapkan hukuman. Gatheng memerlukan kejujuran dan keterampilan para pemainnya.
Permainan ini sudah lama keberadaannya yaitu pada jaman Mataram (XVII). Putra raja waktu itu yaitu Raden Rangga memiliki alat bermain watu gatheng (batu gatheng) yang sangat besar. Batu gatheng tersebut kini tersimpan baik di Kotagede, Yogyakarta. Batu gatheng tersebut menunjukkan bahwa Raden Rangga adalah orang yang sakti. Kini permainan gatheng di desa menggunakan batu, sedangkan di kota menggunakan bekel dan kuningan.
Pemain gatheng berjumlah 2-5 orang anak. Permainan tersebut bersifat perorangan. Gatheng pada mulanya dimainkan oleh anak-anak perempuan, tapi sekarang dimainkan bersamaan antara anak laki-laki dan perempuan. Batu gatheng ditentukan oleh kesepakatan pemain. Ada lima, sepuluh, dan paling banyak adalah 20. Tempat permainan tidak begitu luas, namun cukup bagi lima orang anak.  Berikut ini adalah jalan permainan gatheng dengan empat pemain:
a.      Masing-masing peserta membawa dadu sendiri-sendiri. Dadu bisa dari batu yang diambil dari sekitar anak.
b.     Menyiapkan tempat serta kerikil sebanyak lima buah.
c.      Mengundi pemain pertama dengan hompipah.
d.     Pemain pertama menyebar lima buah kerikil ke arena permaianan sambil melemparkan dadunya ke atas. Pemain menyebar biji tersebut sampai biji tidak saling berdempetan.
e.      Kemudian pemain tersebut mengambil salah satu kerikil sambil melemparkan dadunya.
f.      Apabila kerikil tersebut tidak dapat diambil, pemain tidak boleh meneruskan bermain, mati. Begitu juga bila pemain tidak dapat menangkap kembali dadu yang dilemparkan ke atas, maka pemain tidak boleh meneruskan bermain digantikan oleh pemain lainnya. 
g.     Pemain kedua tersebut mengambil salah satu kerikil dari sambil melemparkan dadunya. Begitu seterusnya sampai kerikil habis terambil.
h.     Setelah kerikil habis, pemain kedua dapat melanjutkan level permainan gatheng yang disebut Garo. Garo adalah mengambil dua kerikil secara bersamaan sambil melempar dadunya.
i.       Setelah Garo selesai, pemain kedua melanjutkan dengan Galu. Galu adalah mengambil tiga kerikil secara bersamaan sambil melempar dadunya.
j.       Setelah Galu selesai, pemain kedua melanjutkan dengan Gapuk. Gapuk adalah mengambil empat kerikil yang telah disusun sedemikian rupa bersamaan sambil melempar dadunya.
k.     Begitu seterusnya sampai jumlah kerikil habis diambil bersamaan. Peraturan ini disepakati saat awal permainan. Ada yang hanya sampai Garo atau Galu.
l.       Setelah tahapan permainan selesai, pemain kedua tersebut mendapat sawah satu yang ditulis di tanah sekitar pemain kedua. Permainan dilanjutkan oleh pemain ketiga mulai dari tahap awal. Sedangkan apabila pemain pertama memainkan permainan, maka pemain tersebut meneruskan permainan saat mati, tidak memulai dari awal.
m.   Nggenjeng boleh dilakukan boleh tidak. Nggenjeng adalah hukuman bagi peserta yang paling sedikit mendapat sawah. Peserta kalah duduk slonjor (duduk dengan kaki lurus ke depan) dan mata tertutup. Kemudian pemain yang menang memukul pelan-pelan (gethok atau nggethok) lutut kiri pemain yang slonjor tadi dengan tangankirinya; sedangkan tangan kanannya menyembunyikan lima kerikil yang digunakan untuk bermain pada tempat tertentu yang sulit dicari oleh pemain yang kalah. Sewaktu memukul lutut, pemain yang mennyanyikan lagu genjeng dengan syair sebagai berikut :
Genjeng-genjeng,
Debog bosok jambe wangen,
Mur murtigung mur murtigung,
Walang kadung dening cekung,
Rondhe-rondhe,
Pira satak pira lawe,
Salawe aja na badhe,
Picak jengkol pira kiye,
Cakuthu cakuthu,
Badhoganmu tahu basu,
Aku dhewe carang madu.
Sewaktu sampai pada kalimat carang madu, tangan kanan yang kebetulan memegang kerikil diacungkan kepada yang kalah. Pemain yang kalah harus menebak jumlah kerikil yang digenggam tadi. Bila tebakan tidak tepat, maka hukuman dimulai dari para pemain lainnya diiringi dengann lagu yang sama. Apabila tebakan sudah tepat, permainan dapat dimulai dari awal.
Di daerah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta sampai saat ini permainan tradisional masih memiliki penggemar. Sekarang gatheng dikenal dengan nama Bekelan. Alat permainan bekelan banyak dijual di toko mainan, sedangkan gatheng yang sesungguhnya hanya menggunakan kerikil yang dapat didapatkan di sekitar rumah.

TRIGONOMETRI

Rabu, 29 Mei 2013

RUMUS - RUMUS UNTUK TRIGONOMETRI
 
RUMUS JUMLAH DAN SELISIH
KELAS XI IPA
 
RUMUS PERKALIAN
KELAS XI IPA


RUMUS SUDUT RANGKAP
KELAS XI IPA




RUMUS PENJUMLAHAN
KELAS XI IPA


 
TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI
KELAS XI IPA

TITIK STASIONER

TITIK STASIONER
KELAS XI IPA

FUNGSI NAIK DAN FUNGSI TURUN (MATEMATIKA)

FUNGSI NAIK DAN FUNGSI TURUN
KELAS XI IPA

Semua kan Indah pada Waktunya

TABAH ya....

ALLAH menyimpan yang TERBAIK Untukmu,
Untuk kesabaran kamu

Untuk keshalihan kamu selama menunggu,
Untuk ikhtiar dan usahamu

Untuk do'a-do'a tiada putusmu
Untuk kebaikan-kebaikan yang kamu lakukan....

Sebab ALLAH terlalu SAYANG untuk
membiarkan kamu menikah
dengan SEMBARANG orang,

Yang '' memburu '' mu hanya kerana
harta,nasab atau rupamu..

Yang mematikan potensi-potensi kebaikanmu,
Yang mungkin nantinya bahkan menganiaya kamu LAHIR atau BATIN...

Semua selalu INDAH PADA WAKTUNYA...
InsyaAllah !!!

Keep Istiqamah.....

 
Yuni Luphy © 2012 | Designed by Bubble Shooter, in collaboration with Reseller Hosting , Forum Jual Beli and Business Solutions